Friday, August 29, 2008

Jumat Bersih (JUMSIH) PT Cosmo Technology

Jumsih, apaan ya? ya pagi ini setelah apel pagi eh tahu-tahu ada pengumuman dari Koordinator GA yang intinya tentang pelaksanaan JUMAT BERSIH untuk divisi 800, maunya sih semua divisi ya jadi lebih seru dan bisa saling bahu-membahu akan pelaksanaan program ini. Karena program JUMSIH ini baru untuk dikalangan PT COSMO TECHNOLOGY makanya kelihatan aneh, tapi ngak pa-palah emang sih sesuatu yang pertama itu kelihatan aneh tar kalau udah kenal pasti deh ketagihan, apanya ya kira-kira?

JUMSIH adalah gerakan kebersihan di lingkungan PT COSMO TECHNOLOGY secara bersama-sama yang dilaksanakan setiap akhir bulan di hari jumat waktunya ya antara 15-30 menit, nagak lama khan. Program ini merupakan kerjasama lintas departement yaitu antara K3 dan GA yang bertujuan membudayakan agar selalu menjaga kebersihan, sehingga diharapkan karyawan dan karyawati tidak membuang sampah sembarangan.

walaupun baru namun cukup antusias tuh para pesertanya, ya mulannya sih ogah-ogahan, namun setelah kita sedikit paksa jalan juga deh akhirnya, mau tahu liputanya:

wah mau bergaya, apa JUMSIH? Aku Juaranya!!, Eh, itu milikku, Apaan Sih

Lho kok ada tikus ya diserver?? Ah Takut Aduh bau deh rambut gue! Eh itu cincin apa ya??

Tuh lihat, engineering sekarang bersih Eh, JUMSIHNYA dimane Ya, Katanye si disini?

Lho,temen-temen pade kemane ya???




Read more, here to get more info!

Mengapa Aku Terlahir Tuhan

Perjalanan hidup manusia memang tidak ada yang sama satu orang dengan yang lainya, begitu pula kisah hidup dari seseorang yang sebut saja Sahaya. Sahaya adalah seorang anak yang terlahir tanpa mengenal ayahnya, karena kelahiran sahaya sebenarnya tidak diinginkan oleh ibunya. Ibu Sahaya yang bernama Prihatin mengandung karena perbuatan bejat seorang pemuda yang baru dikenalnya dan memperkosanya sehingga hamillah ibu sahaya. Betapa malunya ibu sahaya, sehingga suatu ketika dia ingin menghabisi dirinya untuk menghindari cemoohan dari masyarakat sekitarnya, namun dapat dicegah oleh ibunya. Budaya masyarakat yang masih memegang adat mengangap jika ada seorang yang hamil tanpa seorang bapak maka hal itu dianggap akan membawa malapetaka bagi masyarakat , sehingga ibu sahaya diusir dari masyarakatnya.

Betapa sakit hatinya saat itu, dalam kondisi mengandung ibu sahaya harus keluar dari kampungnya, entah kemana Prihatin harus melangkahkan kakinya, tanpa disadari prihatin berjalan sangat jauh sekali meninggalkan kampungnya dan sampailah dipedalaman yang jauh dari masyarakat dan sampailah dipinggir sebuah gua sebut saja GUA SALARONG. Gua Salarong adalah sebuah gua yang sebagian masyarakat yang mengenalnya menganggap gua tersebut sangat angker , karena dianggap gua tersebut keramat yang bulan-bulan tertentu gua tersebut dijadikan sebagai tempat sesembahan para manusia yang mencari pesugihan. Tapi tidak bagi ibu Sahaya, bagaimanapun angker dan keramatnaya gua tersebut buatnya merupakan tempat yang nyaman buat berteduh dan bahkan dipergunakan sebagai tempat tinggal. Tekad yang kuat dan kekalutan yang sangat ternyata mengalahkan segalanya, ketakutan, kekawatiran, tidak membuat diri Prihatin lemah bahkan semakin semangat demi mempertahankan kelahiran anaknya. Hingga larut malampun tiba dan kelelahan yang sangat membuat Prihatin tertidur pulas.

Hari mulai pagi, Prihatin tampak mulai terbangun. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan, namun untuk memenuhi kebutuhan rasa laparnya dicarilah makanan yang dapat dimakan disekitar GUA SALARONG tersebut dan ditemukanlah ubi jalar, karena rasa laparnya yang sangat maka tak ayal lagi ubi jalar mentahpun ia makan dengan lahapnya, selesai makan iapun mencari air minum yang tidak jauh dari gua ada sumber air minum yang sangat jernih dan Prihatinpun meminum air tersebut dengan tergopoh-gopoh.

Tidak terasa hari berganti hari ,bulan telah berjalan tanpa disadari oleh Prihatin ternyata usia kandungannya telah memasuki usia sembilan bulan itu berarti bahwa anaknya
akan lahir dalam waktu yang tidak lama. Sampai pada suatu ketika saat hujan lebat tiba-tiba perut Prihatin mulai terasa mules, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, karena ini pengalaman yang pertama kalinya ia mau melahirkan sehingga ia hanya bolak-balik keluar masuk gua sambil menahan sakit. Ia hanya bisa pasrah dan berdoa kepada Tuhan akan pertolongan-Nya hingga akhirnya tepat jam 12.00 WIB, lahirlah bayi mungil yang sangat tampan dan kemerahan. Keheningan malampun seketika terpecah oleh suara tangis seorang bayi. Betapa bahagianya dan bersyukurnya Prihatin kepada Tuhan bahwa ia telah melahirkan seoarang bayi lakai-laki yang tampan. Tapi lagi-lagi hatinya menjadi gundah dan gelisah. Dalam hatinya timbul pertanyaan, bagaimana cara merawat bayi itu, dia tidak mempunyai pengalaman sama sekali tentang cara merawat bayi, menyiapkan makanannya dan pakaianya karena memang tidak ada sedikitpun baju atau popok buat bayinya, baju Prihatin sendiripun sudah mulai koyak, compang-camping dan iapun telah membuat bajunya sendiri dari dedaunan. Demi menjaga kelangsungan hidup anaknya Prihatinpun membuatkan baju bayinya dari dedaunan juga agar tidak kedinginan. Prihatin mulai tidak kesepian, setiap hari ia ditemani simungil yang tampan, bayinyapun tak kurang suatu apa karena ASI yang ia berikan terhadap anaknya lebih dari cukup.

Seiring perjalanan waktu bayinyapun mulai besar dan Prihatinpun memberikan nama buat buah hatinya dengan nama SAHAYA. Ibu Sahaya mulai berpikir bagaimana untuk membesarkan anaknya kelak, maka diputuskanya ia keluar dari gua salarong dan mencoba turun ke kampung sekitarnya. Lagi-lagi cemoohan datang kedua kalinya, ia bersama Sahaya dicemoohin dan dilempari batu oleh anak-anak kecil karena dianggap orang gila. Sunguh berat cobaan Prihatin, namun demi mempertahankan kelangsunagn hidup anaknya nanti Prihatin tetap sabar dan hanya mampu berdoa kepada Tuhan akan datangya pertolongan . Melihat Prihatin berajalan tertatih-tahin dengan mengendong seorang anak kecil seorang penduduk kampung itu iba, lalu bertanyalah pada Prihatain,”Eneng mau kamana”? “ Mau mencari pekerjaan pak”, jawab Prihatin, tanpa berpikir panjang sibapak itu lansung menawari pekerjaan buatnya untuk merawat kebun kopi dan ia juga diijinkan tinggl dirumahnya bersama anaknya Sahaya, dan tanpa basa-basi prihatinpun menerimanya dengan senang hati dan sambil meneteskan air mata Prihatinpun mengucap syukur kepata Tuhan, ternyata walau banyak orang mencemooh dan menghina padanya tapi Tuhan tidak demikian, Tuhan sayang padanya.

Prihatin mulai bekerja, ia amat rajin menjaga dan merawat kebon kopi milik majikanya dank karena rajin dan jujur, majikanpun menjadi senang padanya. Upah yang diperolehnya cukup untuk membesarkan Sahaya hingga tidak terasa ia telah bekerja selama 7 tahun, waktu yang tidak singkat memang, namun bagi Prihatin tujuh tahun bagaikan mimpi semalam, karena ia sangat menikati pekerjaan yang ditekuninya sehingga ia tidak merasaakan jika waktu telah berjalan cukup lama dan Sahayapun telah beranjak besar. Sahaya mulai mengenal ibunya dan iapun kadang ikut membantu ibunya dikebun kopi, walau ibunya tidak mengijinkannya namun Sahaya selalu memaksa ikut membantu ibunya, karena kasihan melihat ibunya yang bekerja sendirian dan Sahaya tidak dapat dilarang akhirnya ibunyapun mengijinkan Sahaya untuk ikut ke kebun Kopi.

Merasa kasihan terhadap Sahaya yang selalu ikut ke kebun kopi tiap hari kepanasan, kadang kehujanan, akhirnya Prihatinpun mohon ijin ingin berhenti dari pekerjaanya dan iapun mengutarakan keinginan terhadap majikanya bahwa ia akan berdagang sayuran saja dengan modal uang upah yang ia terima. Si majikan sebenarnya keberatan, namun mendengar keinginan Prihatin yang cukup kuat untuk berusaha, akhirnya sang majikanpun mengijinkan untuk berhenti dan memberikan tempat tinggal walau hanya sekedar rumah gubuk.

Dari situlah prihatin memulai usahanya sebagai seorang pedagang sayur keliling yang hasilnaya cukup untuk memenuhi kebutuhan seharai-hari. Ibunya yang hanya seoarang pedagang sayur keliling membuat kehidupan Sahaya sejak kecil memang dalam kekurangan, namun demikian Sahaya kecil sudah terbiasa hidup susah dan tidak pernah merasa iri dan malu pada teman-temanya. Sahaya yang mulai beranjak belia sangat memahami kekurangan keluarganya, namun yang menjadi pertanyaan Sahaya adalah ia rindu seorang ayah. Ia iri melihat teman-temanya jika bermain selalu ditemani oleh ayah ibunya, sedangkan Sahaya tidak pernah ada seoarng ayahpun yang menemaninya hingga suatu ketika ia bertanya kepada ibunya,”Bu, ayah Sahaya dimana, kok tidak pernah pulang,”?, bagai disambar petir hati ibunya mendengar pertanyaan Sahaya tentang ayahnya, namun demi menyenangkan hati anaknya iapun menjawab,”Ayahmu pergi bekerja dikampung seberang,” Sahayapun menanyakan lagi, kok ngak pernah pulang, memangnya kampungya jauh, lalu kapan pulangnya,”?

Ibu Sahaya terdiam, lalu iapun tidak kuasa menahan air mata yang tanpa disadarai telah membasahi seluruh pipinya, dengan tetap merahasiakan siapa sebenarnya ayahnya, iapun menjawab,”Iya, ayah kamu pulangya jika sudah dapat duit banyak,”, tapi kenapa ibu menangis,” timpal Sahaya,” Ibu menangis karena bangga mempunyai anak seperti kamu yang tampan dan cerdas, Sahaya,”

Pertanyaan Sahaya tentang ayahnya selalu terulang, dan ibunyapun selalu memberikan jawaban yang sama dan seiring dengan perkembangan usia Sahaya yang telah menginjak usia 15 tahun, Sahayapun mulai merasa bahwa ibunya telah bohong padanya, tidak mungkin ayahnya bekerja sejak ia kecil sampai usia sekarang dan belum dapat duit banyak. Setiap hari ia membayangkan wajah seorang ayah dengan coretan tanganya Sahaya melukis wajah seorang ayah yang dirindukannya dan ia selalu mendekapnya lukisan tersebut. Ibunyapun semakin Prihatin dan tidak mungkin berbohong lagi karena memang Sahaya sudah tidak mungkin untuk dibohongi, namun untuk menjaga hati Sahaya agar tidak terluka, ibunyapun tetap tidak mau berterus terang bahwa ayahnya adalah seoarang pemerkosa yang bejat dan hampir saja membunuhnya 15 tahun silam saat pemerkosaan itu terjadi.

Namun itu berbeda dengan Sahaya, dia tidak mau tahu siapa ayahnya, yang ia inginkan adalah rindu seorang ayah yang selalu ada didekatnya, hingga suatu malam Sahayapun bertanya lagi pada ibunya,”Bu, Sahaya tahu ibu telah berbohong padaku,” Aya tahu bahwa ayah tidak bekerja kekampung seberang, lalu sebenarnya ayah kemana Bu,” Tanya Sahaya.

Dengan menarik nafas dalam ibunya mendekati Sahaya sambil mengelus-elus rambutnya dan berkatalah ibunya,”Sahaya,” saat itulah ibu Sahaya spontan menangis keras dan memohon maaf sama Sahaya,”Sahaya, ibu mohon maaf, selama ini memang ibu telah berbohong padamu, anakku,” Kenapa ibu berbohong padaku, ibu tidak sayang lagi sama Sahaya,” kata Sahaya,”Tidak anakku, justru ibu sangat sayang padamu dan tidak ingin hatimu terluka,” Tapi kenapa ibu tidak mau berterus terang siapa ayah Sahaya sebenarnya,”

“Sahaya, tidakkah engkau akan membenci ibu jika engkau tahu siapa ayahmu,” Tanya ibunya, “Ibu, sampai kapanpun dan bagaimanapun Sahaya akan tetap meyayangi ibu, ibu tahu kan selama ini hidup Sahaya adalah untuk ibu, bagaimana mungkin Sahaya akan membenci ibu,” Baikklah kalau begitu dan memang saatnya engkau harus tahu siapa sebenarnya ayahmu, dengarkan baik-baik anakku,” Dengan mata berkaca-kaca ibu Sahaya menceritakan kejadian yang menimpanya pada 15 tahun silam, bahwa ia telah diperkosa oleh seorang pemuda tampan anak juragan padi desanya yang saat itu iapun hamper saja dibunuh oleh pemuda tersebut, karena ia menceritakan kepada orang tuanya.

Mendengar cerita ibunya, wajah Sahaya merah menandakan betapa marahnya ia, rindu terhadap seorang ayah yang diidam-idamkan seakan pudar sudah dan tidak ada artinya lagi, lalu dengan nada marah Sahaya berteriak seperti orang kesetanan,”bajingan, pemerkosa, awas kau kubunuh kau lalu ia menunduk dengan wajah pucat dihadapan ibunya dan berkata,”Ibu kenapa aku dilahirkan bu, kenapa, kenapa tidak ibu bunuh saja waktu Sahaya masih bayi, kenapa bu,” Ibunyapun ikut menangis dan berkatalah,”Sahaya, semua ini kehendak Tuhan anakku, kita tidak bisa menolaknya, Takdir Tuhan telah ditulis terhadap perjalanan hidup kita,” Tapi aku malu bu, aku malu pada tetangga, aku malu pada teman-teman, aku malu pada masyarakat, dimana akan kutaruh mukaku,”

“Sahaya,engkau tidak salah dan kita juga tidak salah, kenapa harus malu, walau semua orang menghinanya, Tuhan jauh sayang terhadap kita,””Apa kata ibu Tuhan sayang sama kita, kalau sayang sama kita kenapa kita dibuat semacam ini, kenapa Tuhan lahirkan Sahaya dengan cara semacam ini, kenapa, apakah itu bukti bahwa Tuhan sayang sama kita,” Sahaya,cukup sahaya jangan berkata begitu, jika kau sayang sama ibu jangan berkata seperti itu lagi, tidak tahukah engkau Sahaya, betapa banyak anak-anak yang terlahir cacat, bahkan pada saat terlahir sudah tidak melihat siapa ayah ibunya, tidakkah engkau menyadari walau engkau tidak memiliki seorang ayah, tapi engkau telah terlahir tampan, cerdas dan tidak ada kecacatan sedikitpun, bukankah itu tanda kecintaan Tuhan pada kamu,”

“Ibu tahu perasaan kamu anakku, betapa ibu dulu juga berpikir sepertimu, namun demi kelahiranmu ibu korbankan perasaan kecewa, dihina orang,dicaci orang bahkan ibu diusir dari kampung halaman tidakkah itu lebih berat dari apa yang engkau rasakan sekarang” biarlah Tuhan memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatan ayahmu, namun kita tidak bisa membencinya, keidupan manusia sudah ditetapkan, kita hanya menjalaninya saja, Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik bagi umat-Nya.

Hati Sahayapun luluh didepan ibunya, dengan sisa-sisa amarah yang masih ada, Sahayapun mohon maaf terhadap ibunya dan Tuhan Yang Maha Kuasa atas prasangka buruknya, dan dengan perasaan ikhlas memohonkan ampun atas dosa ayahnya, dan iapun tetap berkeinginan untuk bertemu dengan ayahnya.

Read more, here to get more info!

Indonesiaku Belum Dewasa

Masalah demi masalah telah dihadapi bangsa ini silih berganti sejak pemerintahan presiden Sukarno sampai saat ini dimana telah terjadi transisi pemerintahan yang mereka katakan reformasi.

Reformasi yang digulirkan sejak lengsernya pemerintahan Suharto pada tahun 1998 sampai bergantinya presiden sebanyak 4 kali masih belum membawa perubahan yang berarti buat bangsa ini.

Para intelektual, mahasiswa, politikus, DPR, MPR dan Pemerintah sendiri yang diharapkan pemikiranya untuk memperbaiki bangsa ini ternyata tidak banyak yang bisa kita harapkan, justru malah sebaliknya pola pikir yang mereka tampilkan tak bedanya pemikiran anak-anak ABG.

Kita bisa saksikan dilayar TV betapa sangat mengecewakan bangsa Indonesia yang 100 tahun bangkit dari penjajahan jika kenyataanya bangsa ini masih belum dewasa. Tak cukupkah waktu seabad untuk belajar menjadi bangsa yang dewasa?

Tindakan-tindakan brutal masyarakat, mahasiswa, anggota dewan dan beberapa ormas yang seakan tidak takut lagi pada kegarangan pemerintah menjadi simbul lemahnya bangsa. Dimana arti kebangkitan? Kebangitan bangsa yang dipelopori para pendahulu bangsa itu justru dimaknai salah kaprah dengan makna bangkit dan bebas dalam segala hal, itukah makna kebangkitan bangsa?
Penyelesaian masalah yang selalu membuat petaka bagi rakyat dan bangsa harusnya tidak terjadi bagi bangsa yang dianggap DEWASA.

Janji2 yang selalu diumbar saat akan tampil menjadi pemimpin bangsa sudah menjadi simbul belaka seperti tukang jamu dan obat dipinggir jalan. Omong besar tanpa bukti.

Kita tidak butuh omongan namun bukti,realitas, kenyataan, program yang jelas dan berkelanjutan, maka wajar jika akhirnya timbul pemikiran bahwa ternyata ORBA lebih mampu menyelesaikan permasalahan bangsa dengan tegas. Demokrasi yang dipaksakan oleh sang NEGARA ADIKUASA belumlah cocok diterapkan ,kita harus belajar banyak tentang arti Demokrasi bukan Demontrasi.
Penyelesaian yang harusnya diselesaiakn dengan cara demokrasi malah diselesaiakn dengan demontrasi yang semakin merusak citra bangsa. Tidak bisakah kita duduk bersama menyelesaikan masalah bersama bangsa ini dengan cara yang bijak dan arif sehingga ditemukan solusi yang terbaik.
memang untuk bangsa yang belum dewasa dibutuhkan pemimpin yang tegas cerdas dan kuat bukan pemimpin yang nerimo dan pasrah pada keadaan bahkan takut pada bangsa lain.

Bukti lain bahwa bangsa Indonesia masih kekanak-kanakan adalah bahwa bangsa kita masih mudah diintimidasi oleh Negara lain, tidak mempunyai pendirian yang kuat, tidak mampu mengelola Negara sendiri. Dengan dalih menyelamatkan bangsa beberapa aset Negara dijual ke Negara lain dan kita hanya cukup puas sebagai budak yang bekerja pada Negara asing. Rasa-rasanya kita akan menjadi budak dan bangsa yang terjajah dinegara sendiri dan jika pemilu 2009 mendatang tidak menemukan seorang pemimpin bangsa yang cerdas ,tegas, bermoral baik dan beriman maka bangsa ini akan tengelam ditelan era globalisasi dan tak ayal lagi mungkin kita akan mengontrakkan bangsa ini ke bangsa lain, lalu siapa yang akan menyelamatkan bangsa ini?

Read more, here to get more info!